Pas lagi ngoprek2 Kompi, ada ini… pas gw baca…
dirikuwh tak bisa Menceritakannya kembali.............
Untuk lebih Jelas nya…baca ajah yah Ndiri…. :)
"Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!" Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi." Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun - tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin.
Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik... hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?" Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku".
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "
Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?" Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku.
Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..." Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya
kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis
Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23. Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.." Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerjadi lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26. Ketika aku menikah, aku tinggal di
Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini." Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemenpemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya.
Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini.
Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?" Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?" Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!" "Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, aku akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
{ 35 comments... read them below or add one }
duh, adikmu sungguh baik hatinya. aku terharu sekali membaca kisah ini.
hiks2...... spechless.......
oh my god,
sumpah aku hampir nangiiiiiissssss,
orang seperti Jonk, nangissssssssss .... bayangkan saudara-saudara .... :((
wah karanganya siapa tuh, kok melo banget
SEbuah kasih sayang yang tulus...bagus banget ceritanya...
Padahal biasanya kita sama saudara malah kelahi ya hehehhehe
Nice post mba...jadi pelajaran buat kita nihh
Nangis nggak ya..?
Hmm.., nangis aja dech ..
hiks.. hiks..
*terharu*
Walah, aq kira td siang aq udah koment, ech ternyata belum..
Adek pean tuch baek banget ya..
Jangan sia siakan kebaikan hati adikmu ya det..
dah dnk non jangan sedih aja...sini sederandi bahu ucup ja..tapi jangan nti kmu di cubitin mulu ma ifat aja sini di peyuk
maaf aku seperti pernah membaca ini... aku ykn, tapi di mana ya?
gw jg dah pernah baca...
@ Sang Cerpenis bercerita
Ini kisah orang lain mba ^_^
@ Syamsul Alam
hiks,,,hiks,,,,
@ J O N K
Coba, tak bayangin dulu Jonk,,,,
hm.....
@ suryaden
Akupun tak tahu mas....cuma ceritanya bagus,
@ Atca
iya mba, saya juga sering berantem ama kakak-adik,,, huhuhuhu
@ tetetzet
hm,nangis aja ragu,,,, heheheh
@ aRai
huhuhuhu.....
@ rampadan
iya,,,, tp ini bukan cerita saya ^_^
@ Ifat
huh, ifat..... maksud lo??? ucup???
hahahahaha....
@ regar
iya, mungkin sudah pernah baca,,, ini kan repost..
tp artikelnya nemu di kompi, jd gak tau deh sumbernya dr mana...
@cHu-X
iya,,,buat yg bikin cerita ini, saya mohon izin repost nya ^_^
Lama nggak kesini, layoutnya berubah. Jadi bingung mau ngomentari apa...
keren cerita nya. Buatin episode berikutnya dong
@ Brilie
huhuhu, iya nie mba, berubah trs templatenya....
komeng ttg ceritany aja mba...
hohoho
@ phery
Dooh, kalo suruh lanjutin mah, saya pgn semuanya hidup bahagia dan sang adik bisa mapan tanpa bantuan kakak nya....
wedew bener" sad story,jadi terharu..
wah ini baru namanya pengorbanan..
cerita yang luar biasa...kuharapkan cintaku pun seperti itu kepada kakak dan adikku...karena hidup hanya sekali dan kita bersaudara...
sesaat menahan air mata...
sepechles deh
huaaaaa....
mo nangis malu....
pertama kali kubaca 5 tahun yang lalu...
very nice story..
boleh kita tukeren link sobat....
so inspiratif bgt..
hiks... bacanya sampe ikutan nangis... dari awal sampe akhir. ceritanya bagus banget...
daku gak punya adik gak punya kakak jd gak pernah merasakan begitu tp ya sepi...gak enak...rasanya
wow, aku baca dari awal sampai abis.. *perasaan sudah pernah baca, tapi ndak papa baca-baca lagi... hohoho...*
menyentuh... jadi kangen sama adikku di rumah nih...
menikmati kelam, bertuah malam, dan hanya kelakar hati yang tercabik2
wewwww.
oh my godness.. :D
Bener2 mengharukan... :(
ampek mao nangis aQ :)
duh kok tiba-tiba jadi hening dan syahdu :D
kayak nonton sinetron ae
duh ampe pegel nih amata.. mau nangis malu..
soale cowok masa nangis di depan para user tapi sedih.. hiks... nagis ah ntar kalau udah di kamar mau tidur :D
hwaaaaa...... huwaaaaaaaaA *nangis*
btw, salam kenal ye mbak.
hwaaaaa...... huwaaaaaaaaA *lanjutin nangis*
Berarti ini cerita dari China ya, mengharukan
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar dan kritik yang sopan dan relevan dengan artikel, untuk link exchange bisa disampaikan di cuap-cuap Box. Terimakasih atas komentarnya ^_^